PERJALANAN MENUJU SANGHIYANG SIRAH UJUNG KULON

Sudah sejak lama kami ingin sekali mengunjungi daerah Sanghyang Sirah ini. Beberapa kali tertunda dengan berbagai kendala. Baru tahun 2023 ini, keinginan kami tercapai. Dan ini tidak lepas dari adanya amanah karuhun (leluhur) untuk berziarah ke Sanghyang Sirah. Mungkin belum banyak yang mengetahui bahwa di Sanghyang Sirah terdapat maqom atau petilasan Prabu Siliwangi. Ada yang mengatakan petilasannya Prabu Kian Santang, Prabu Tajimalela, Prabu Sungging Perbangkala dan lain-lain. Tetapi intinya berkaitan dengan para karuhun Sunda khususnya dan karuhun pulau Jawa pada umumnya.
Tetapi untuk menuju ke Sanghyang Sirah hanya bisa dengan 2 jalur yaitu jalur darat dengan jalan kaki melewati Pos Pertama Taman Nasional Ujung Kulon di Taman Jaya yang membutuhkan waktu 3 hari 3 malam dan jalur laut menggunakan kapal nelayan jenis trawl yang singgah di pantai Bidur kemudian perjalanan dilajutkan dengan jalan kaki ke Sanghyang Sirah yang jaraknya tinggal 1 km lagi. Kami memutuskan untuk mengambil jalur laut. Tetapi sebelumnya harus lapor dulu ke Petugas Taman Nasional Ujung Kulon di Pulau Peucang sebelum memasuki kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.
Sepanjang perjalanan di laut, banyak pemandangan indah yang dapat dinikmati dan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan alam Indoneia yang cantik. Ada salah satu pengalaman menarik yang saya dapat dari para nelayan disana yaitu mengetahui kedalaman air laut dengan melihat dari warna airnya. Kata mereka, air laut berwarna hijau menandakan kedalamam sampai 75 meter, air laut berwarna biru langit menandakan kedalaman sampai 200 meter dan air laut berwarna biru kehitam-hitaman menandakan kedalaman lebih dari 500 meter. Tidak hanya itu deburan ombak samudra hindia juga turut menemani perjalanan kami, selama 3 jam perjalanan di laut dan sesampainya di daratan kita tidak langsung sampe lokasi tapi harus berjalan kaki lagi selama 1 jam perjalanan, dalam perjalanan, kami bertemu dengan peziarah lainnya yang akan melakukan ziarah ke Sangiang Sirah. Sungguh indah senja di Sangiang Sirah Taman Nasional Ujung Kulon. Perjalanan yang tak terlupakan ketika melakukan ekspedisi bersama Para Satria dan Sang Guru menyusuri pesisir Pantai Taman Nasional Ujung Kulon. Sejauh kaki kami melangkah, pasir, tebing karang, muara yang kami temui.
Banyak sekali penziarah yang sedang melakukan ritual-ritual yang sama sekali tidak kami pahami. Kami melihat sebuah musala berdinding kayu. Ada batu yang besar dan di atasnya banyak orang berpakaian serba putih. Sepertinya mereka sedang memanjatkan doa dipimpin oleh seorang bapak separuh baya. Lalu kami melihat ke arah dinding tebing. Ternyata ada sebuah gua kecil yang menurut informasi merupakan tempat semadi para penziarah. Kami tidak diperkenankan untuk masuk dan hanya bisa berfoto dari luar gua. Konon katanya Sangiang Sirah merupakan patilasan Prabu Siliwangi, Raja dari Kerajaan Pajajaran. Karena itulah mengapa Sangiang Sirah ramai dikunjungi oleh para peziarah.
Pada pukul 21:30 Wib kita para STP masuk ke dalam gua Sanghyang Sirah. Di dalam gua kami dilarang melakukan aktivitas pemotretan dan harus melepas alas kaki. Tepat di depan petilasan yang katanya petilasan Prabu Siliwangi, Kemudian kami melakukan ritual Rasulan sesuai dengan adat Sunda dengan berbagai macam sajian penghormatan kepada karuhun dan juga ungkapan rasa bersyukur kami karena dengan perlindungan Allah maka bisa sampai dengan selamat di Sanghyang Sirah yang dipimpin oleh Sang Guru.
Selanjutnya kami masuk ke dalam lokasi yang masih dalam gua keramat tersebut. Namanya lokasi Batu Qur’an, tampak sebuah batu yang berada ditengah kolam air yang katanya air tersebut berasal dari 4 mata air yang berada di 4 sudut kolam tersebut. Kemudian satu persatu kami dimandikan dan disuruh melakukan tawaf (berjalan mengelilingi layaknya mengelilingi Ka’bah pada ibadah haji) sebanyak 1 kali yang seharusnya 7 kali, sambil mengucapkan shalawat nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah seluruh kegiatan ritual di dalam gua keramat tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disitulah pusatnya ilmu secara spiritual di pulau Jawa dan dengan dimandikannya kami maka diharapkan terbukalah pikiran/wawasan berpikir yang ada di dalam otak tentang jati diri dan mengerti tentang asal usul kita sebagai manusia ciptaan Allah SWT.
Komentar
Posting Komentar